oleh

Unjuk Rasa Anti Mafia Tanah Di Polres Luwu Ricuh

-Luwu-632 views

Luwu- Aksi saling dorong antara pendemo yang menamakan dirinya Aliansi Forum Anti Mafia Tanah dengan Personil Polres Luwu saat aksi damai yang digelar di depan Polres Luwu berlangsung, Senin (06/11).

Awalnya demonstrasi yang dinamai aksi damai tersebut berjalan dengan lancar dan kondusif. Pendemo mulai berorasi secara bergantian sambil membakar ban di depan Polres Luwu. Setelah beberapa lama berlangsung tiba-tiba kericuhan terjadi.

Pantauan wartawan media ini di lapangan, kericuhan tersebut terjadi bermula ketika seorang pendemo mencoba menambah ban ke dalam api yang sudah nyaris padam, diduga tujuannya agar api kembali berkobar. Namun terlihat Kasat Intel Polres Luwu, Iptu Erwin Amran mencoba menghalau ban tersebut masuk ke dalam api. Personil Polisi lainnya ikut maju berupaya memadamkan api dengan air namun ember yang digunakan mengenai kepala beberapa pendemo yang kemudian memicu kericuhan.

Beberapa pendemo marah karena mengaku menjadi sasaran tinju polisi. Situasi makin memanas saat kedua pihak ini tak mampu lagi menahan diri. Saat sementara aksi saling dorong terjadi, tiba-tiba seorang pendemo yang diketahui bernama Nuzul mendapatkan perilaku yang kurang baik dari beberapa personil Polres Luwu

Insiden tersebut terjadi saat Nuzul mencoba membantu seorang temannya yang hendak diserang oleh oknum polisi.

Pada saat itu, Nuzul berteriak, “jangan pukul, Pak!” ketika hendak menghalau polisi yang hendak memukul temannya. Namun, Nuzul malah ditarik dan diseret oleh sejumlah personil polres, bahkan salah satu oknum polisi terlihat menindihnya di jalan masuk ke halaman Polres Luwu.

Nuzul ditarik masuk ke dalam ruangan unit 2, beberapa polisi juga berada pada ruangan itu. Terlihat Nuzul hanya diberikan arahan saja lalu dilepas.

Kericuhan akhirnya berakhir ketika Kasat Reskrim Polres Luwu, AKP Muhammad Saleh menemui pendemo. Mohammad Saleh mengakui telah menerima laporan warga mengenai dugaan mafia tanah namun menurut nya saat ini sementara dalam penyelidikan,
“ini memang lama karena ada SOP yang harus kami lalui” ujarnya di hadapan para pendemo didampingi kasat Intelkam.

Pendemo pun membubarkan diri dengan tertib. Namun mengancam akan turun lagi dengan massa yang lebih besar jika tuntutan mereka tidak dipenuhi yakni penjarakan mafia tanah.
“Kami menuntut agar mafia tanah dalam hal ini Kepala Desa Tante Balla, ” ujarnya.

Diketahui, Aliansi Forum Anti Mafia Tanah menggelar aksi unjuk rasa, Puluhan mahasiswa berdiri membentangkan spanduk tuntutan sembari meneriakkan orasi tuntutannya, yang dikomandoi langsung jendral lapangan bernama Zaidi.

Dalam orasinya, mahasiswa menyebutkan jika proses pembebasan lahan yang saat ini dilakukan oleh pihak PT Masmindo Dwi Area diduga telah dimafaatkan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab (MAFIA) untuk keuntungan pribadi dengan melakukan klaim- klaim atas tanah dengan bersegongkol dengan pemerintah setempat untuk keuntungan pribadi.

Menurutnya, Mafia Tanah menjadi kejahatan yang melibatkan sekelompok orang untuk menguasai lahan tanah milik orang lain secara tidak sah dan melawan hukum, pada umumnya modus operasi yang dilakukan oleh para Mafia Tanah ini adalah dengan melakukan pemalsuan dokumen dengan melakukan persekongkolan dengan oknum tertentu dan bahkan Mafia Tanah juga bisa melakukan rekayasa perkara serta melakukan penipuan dan penggelapan HAK suatu benda untuk merebut tanah milik orang lain.

Ia melanjutkan, jika pembebasan lahan yang saat ini dilakukan oleh PT. Masmindo Dwi Area di Kecamatan Latimojong atas tanah seluas 1.434 ha atau 10% dari total Kontrak Karya seluas 14.390 ha. Banyaknya keluhan dari masyarakat khususnya masyarakat yang harusnya menerima ganti rugi dari Pihak Perusahaan akan tetapi Keserakahan dari Oknum Mafia Tanah tersebut mengganti, merubah, dan mengurangi ukuran lahan milik masyarakat serta memasukkan nama dari keluarga oknum Mafia Tanah tersebut sehingga masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari hasil pertanian dengen penuh harapan ketika menerima uang Konpensasi atau Ganti Rugi dapat merubah status hidupnya menjadi lebih baik, tapi mimpi tersebut direnggut oleh sekelompok Mafia Tanah.

Dungaan ini lahir menurut aktivis, sebab banyak Surat Pernyataan Penguasaan Tanah (SPPT Tanah) atas nama penggarap bukan atas nama pemilik tanah yang sah.

“Diduga oknum Pemerintah Desa Rante Balla mendapat imbalan hingga 30% dari hasil konpensasi atas pembebasan lahan/tanah masyarakat. Sehingga ketika perbuatan ini benar- benar terjadi maka patut diduga Kepala Desa Rante Balla telah melakukan pungli atas proses tersebut. Sementara, Saudara dari Kepala Desa Rante balla memperoleh konpensasi dari PT Masmindo Dwi Area luas lahan/tanah hingga ratusan Hektar lahan. sehingga dianggap hal yang tidak masuk di akal untuk memiliki lahan seluas itu, dan diduga telah melakukan penguasaan atas tanah/lahan milik orang lain atau tanah negara dengan cara tidak sah dan melawan hukum,” kuncinya.

Terakhir, demonstran menuntut penjarakan Mafia Tanah tersebut, rampas aset milik mafia tanah, hingga kembalikan hak masyarakat pemilik asli atas tanah yang telah diklaim oleh oknum Mafia Tanah. (Mita/*)

Komentar