Demokrasi dan politik di Indonesia saat ini berada dalam ‘Darurat Kewajaran’, karena hilangnya etika, kepatutan dan tiadanya keteladanan. Hal itu diungkapkan Sudirman Said dalam Kuliah Kebangsaan bertajuk “Lentera Demokrasi: Menerangi Jalan Menuju Keadilan Sosial” yang diselenggarakan oleh Serikat Mahasiswa (SEMA) Universitas Paramadina di kampus Universitas Paramadina Cipayung, Jakarta Timur pada hari Selasa (03/12/ 2024).
“Hilangnya kepatutan, etika dan tidak adanya keteladanan menjadikan Indonesia saat ini mengalami ‘darurat kewajaran’ dalam demokrasi dan politik. Lima dari tujuh pimpinan Lembaga Tinggi Negara masuk penjara. Sebagian kepala daerah juga dipenjaran karena korupsi,” kata Sudirman Said, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) 2014 – 2016.
Kuliah Kebangsaan ini selain menghadirkan Sudirman Said, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia 2014 – 2016, akademisi dari Universitas Paramadina yaitu Erick Ardianto, M.Ikom. dan Dr. Sunaryo, M.Hum.
Meski kondisi Indonesia ‘Darurat Kewajaran’ Sudirman mengajak masyarakat terdidik, mahasiswa, akademisi dan aktivis untuk tidak berhenti terlibat dalam politik. Baik sebagai pengamat, aktivis atau pelaku politik, agar perbaikan terus bisa dilakukan. Kalau tidak maka kondisi ini akan jadi lestari, dan jangan sampai Indonesia menjadi negara gagal.
Acara di awali dengan sambutan ketua pelaksana, Myura Blessya Vevanya, Sekretaris Jenderal SEMA Paramadina, dan Wakil Rektor Universitas Paramadina, Dr. Fatchiah E. Kertamuda, M.Sc.
Sudirman Said menyampaikan bahwa di Indonesia ini sudah terlalu sering mewajarkan praktik-praktik yang menyelewengkan nilai demokrasi, hal ini terlihat dalam kasus yang terjadi di Pilpres dan Pilkada 2024. Dan juga beliau menyinggung banyaknya para politisi pimpinan aparatur negara yang korupsi selama periode 2014 – 2018.
Ia juga menyinggung tentang kehidupan berbangsa yang bermartabat, dimana di Indonesia mengalami krisis demokrasi dengan adanya tsunami politik dan tsunami ekonomi harapannya Indonesia bisa menjadi lebih baik dalam berdemokrasi dan meninggalkan nilai – nilai feodal.
“Saya kira mahasiswa adalah bagian dari civil society yang terus mengikuti perkembangan, dari seminar-seminar menjadi momen yang sangat baik dan saya punya harapan besar pada mahasiswa Universitas Paramadina, karena universitas ini dibangun dengan tradisi intelektual. Jadi diskursus, pendengar praktisi, pendengar para ahli itu penting untuk memperkuat intelektual mahasiswa”, ujarnya.
Sebagai penutup, Erick Ardianto selaku penanggap dari kuliah kebangsaan ini menyampaikan Kesimpulan bahwa kondisi dalam berpolitik itu berbeda – beda, dan mahasiswa bisa berpartisipasi dan berkontribusi di ranah politik ataupun demokrasi di Indonesia. Momen ini diakhiri dengan pemberian kenang-kenangan plakat yang menjadi penanda kesuksesan acara.
Komentar